Pagi ini aku jalan-jalan di sekitar rumah untuk menikmati pagi yang lama tidak kurasakan. Cuaca sangat cerah, menskipun masih dingin karena gerimis kemarin malam. Tapi karena itu membuat semakin indah pagi ini.
Sesampainya di depan rumah, aku sangat keget dengan apa yang aku lihat. Benarkah itu dia? Gadi ini sangat mungil, dia mencoba mengintip ke dalam rumah, meski tahu hal yang dilakukannya percuma dia tetap melakukannya. Gadis itu memakai kardigan warna biru cerah, rok selutut bermotif bunga matahari yang cerah, sepatu mungil bewarna putih, rambutnya yang panjang dia kuncir dengan bando kawat bermotif bunga matahari, tas kecil yang disampirkan di bahu kirinya, dan di tangan kanannya dia membawa bungkusan yang bermotif bunga dandelion. Kurasa anak ini sangat menyukai bunga.
Sekian detik aku memandangnya, tapi dia tetap tidak menyadari keberadaanku. Akhirnya, aku memanggilnya, "Risa?"
Dia menoleh dengan kaget,"Hai", sapanya karena kaget dan diteruskan, "Mau Sandwich?"
Aku tersenyum kecil, dia Risa. Risa kecil yang selalu bersamaku, Risa kecil yang selalu ada saat itu, Risa kecil yang selalu mengulurkan tanganku. Itu Risaku.
Sesampainya di depan rumah, aku sangat keget dengan apa yang aku lihat. Benarkah itu dia? Gadi ini sangat mungil, dia mencoba mengintip ke dalam rumah, meski tahu hal yang dilakukannya percuma dia tetap melakukannya. Gadis itu memakai kardigan warna biru cerah, rok selutut bermotif bunga matahari yang cerah, sepatu mungil bewarna putih, rambutnya yang panjang dia kuncir dengan bando kawat bermotif bunga matahari, tas kecil yang disampirkan di bahu kirinya, dan di tangan kanannya dia membawa bungkusan yang bermotif bunga dandelion. Kurasa anak ini sangat menyukai bunga.
Sekian detik aku memandangnya, tapi dia tetap tidak menyadari keberadaanku. Akhirnya, aku memanggilnya, "Risa?"
Dia menoleh dengan kaget,"Hai", sapanya karena kaget dan diteruskan, "Mau Sandwich?"
Aku tersenyum kecil, dia Risa. Risa kecil yang selalu bersamaku, Risa kecil yang selalu ada saat itu, Risa kecil yang selalu mengulurkan tanganku. Itu Risaku.
Aku menceritakan banyak hal tentangku pada Doni, selama Doni tidak ada di sini. Bercerita tentang hidupku, pekerjaanku yang sekarang menjadi penjaga minimarket saat malam, tentang aku yang tidak kuliah, dan banyak hal lainnya. Bahkan tentang aku yang hanya tinggal dengan ibuku. Begitu banyak cerita yang aku lontarkan, Doni hanya mendengarkan dan hanya menampakkan ekspresi yang singkat hingga terkadang aku melewatkannya.
"Lalu, di mana ayahmu sekarang?" tanyanya.
Aku sudah biasa mendengar pertanyaan itu, tapi tetap saja aku tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihku tentang ayah.
Hening beberapa detik meninggalkan hal yang tak nyaman, dan dia memecahkannya,"Aku bisa bertemu dengannya?"
Aku memandangnya, melihat matanya yang sungguh-sungguh. Bukan rasa kasihan yang sering aku lihat di mata orang lain. Tatapan yang hanya ingin pergi menemui ayahku, tatapan yang meyakinkanku bahwa aku kuat. Ya, aku memang kuat. Aku takkan menangis lagi, itu janjiku pada ayah dan aku akan selalu menjaga ibuku, itu pasti.
"Baiklah, kapan?" tanyaku.
"Hari ini aku akan mengurusi kepindahanku, jadi aku tidak bisa. Besok?"
"Tentu, aku juga harus bekerja hari ini. Hmm, tapi ayah ada di tempat yang lumayan jauh dari sini."
"Jam 8 pagi dan mungkin kau bisa memberiku sarapan?" jawabnya dengan sedikit sunggingan senyum yang menawan.
Aku tertawa lebar untuk membalasnya, "Tentu."
###
Dalam matanya aku melihat sebuah kesakitan kecil yang terlintas. Tapi bigitu cepat melihat. Dia berbeda dengan Risa yang kecil dan mungil yang terlihat rapuh di masa lalu. Sekarang Risa menjadi kuat dan begitu tegar menghadapi kehidupannya.
Saat melihat dia bercerita tentang ayahnya, aku ingin memeluknya dengan erat dan mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja jika aku di sini. Tapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, aku hanya bisa memandangnya dan memberikan semangat dalam bentuk lain. Semangat meski ayahnya tiada, ayahnya akan selalu di hatinya. Hanya itu yang bisa aku lakukan.
Comments
Post a Comment