Masa lalu adalah hal yang selalu ada dalam sebuah kehidupan. Masa lalu adalah kisah yang takkan bisa diulang meski kita memohon hingga darah penghabisan. Masa lalu adalah hal yang pasti adanya, takkan bisa terhapus sekuat apa pun kau mencoba. Masa lalu sebuah kenangan yang membuat keberadaanmu terakui.
Sebuah masa lalu pahit bukanlah hal yang harus disesali, bukan hal yang tak ingin kau ingat. Masa lalu itu adalah sebuah pondasi kuat untukmu membangun sebuah rumah(masa depan) yang indah. Jangan sampai di atas pondasi kuat itu kau bangun sebuah rumah reot, yang diterpa angin akan terbang dan hilang seketika.
Langit hitam di siang ini, menyambutku saat membuka mata, begitu hitam di ujung sana, beserta angin yang kencang, dan sedikit suara petir di seberang sana. Hingga hujan datang menerpa, begitu deras tanpa menyisakan ruang untuk suara lain menimpali jatuhnya air di atas atap rumahku. Bau aspal yang terkena air hujan membuatku sedikit senang, tercium begitu menyegarkan seakan kemarau puluhan tahun dihapus hujan sehari. Namun sedikit panas lebih tepatnya gerah, "fiuh!" aku menghela nafas lagi.
Hujan deras ini membuatku memikirkan sebuah kisahku di empat tahun lalu, ketika aku menjadi siswa SMA di sebuah sekolah negeri dekat rumah. Hampir semua siswa di sana memiliki rumah dekat sekolah. SMA termasuk sekolah dimana banyak sekali siswa yang frustasi saat mereka tidak bisa masuk SMA favoritnya. Ketika kelas XI banyak siswa yang berpindah ke sekolah favoritnya, sehingga banyak mengurangi jumlah siswa di sana. Sedangkan aku memilih SMA itu karena dekat dengan rumahku.
Dalam kehidupanku aku jarang sekali membuat keputusan yang frontal bahkan belum pernah. Aku selalu mengikuti sebuah jalan yang menurutku 'aman', takkan ada bahaya yang terlalu besar juga takkan ada masalah yang terlalu sulit. Aku mungkin terlihat seseorang yang membuat segalanya simple, actually, aku selalu memikirkan segalanya dalam duniaku yang begitu rumit, dunia yang tak ingin aku bagi selama aku menyadari memilikinya. Saat dia datang dan aku mulai membuka duniaku untuk hal yang baru itu, perubahan kecil yang membuatku tertawa tanpa beban, sebuah perubahan kecil yang membuat mataku memandang dunia lebih indah.
Aku mengenalnya karena dia adalah teman dari teman dekatku. Kami dikenalkan tidak secara formal kata 'kenalkan. aku Risa'. Kami hanya kenal karena dia sering bicara dengan teman dekatku. Meski tak seindah pertemuan dalam sebuah novel yang aku sukai, tapi pertemuan itu adalah sebuah permulaan yang tak kuduga, membuat perubahan kecil yang terlihat begitu besar.
Kesepian, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan hidupku saat itu, bahkan saat ini. Kesendirian adalah kata yang seringa aku tuliskan dalam akun facebook-ku. Diam adalah emas, merupakan filosofi yang sering aku pendam hingga aku menyadari terkadang diam itu hanya akan membuatmu lebih terluka. Aku menyadarinya setelah hampir tiga tahun, aku melakukan kesalahan itu.
Aku adalah orang benci terlihat lemah dihadapan orang banyak, menahan diri dari emosi yang meluap adalah keahlihlianku. Ketika aku bersedih, aku akan pergi ke kamar mandi dan menyalakan kran, sehingga suara air dapat menutupi tangisku. Jarang meminta bantuan, jika aku bisa melakukannya sendiri akan aku lakukan, berlagak tidak membutuhkan orang lain.
Hujan tak pernah sendiri dalam setiap apapun. Akan begitu banyak tetesan air yang turun, hingga akan membuat hujan itu disebut hujan. Saat tak jarang hujan mendapatkan lebih banyak teman, seperti petir, awan yang kelam, dan angin. Hujan yang begitu terlihat menangis, menangis karena bahagia.
Sebuah masa lalu pahit bukanlah hal yang harus disesali, bukan hal yang tak ingin kau ingat. Masa lalu itu adalah sebuah pondasi kuat untukmu membangun sebuah rumah(masa depan) yang indah. Jangan sampai di atas pondasi kuat itu kau bangun sebuah rumah reot, yang diterpa angin akan terbang dan hilang seketika.
Langit hitam di siang ini, menyambutku saat membuka mata, begitu hitam di ujung sana, beserta angin yang kencang, dan sedikit suara petir di seberang sana. Hingga hujan datang menerpa, begitu deras tanpa menyisakan ruang untuk suara lain menimpali jatuhnya air di atas atap rumahku. Bau aspal yang terkena air hujan membuatku sedikit senang, tercium begitu menyegarkan seakan kemarau puluhan tahun dihapus hujan sehari. Namun sedikit panas lebih tepatnya gerah, "fiuh!" aku menghela nafas lagi.
Hujan deras ini membuatku memikirkan sebuah kisahku di empat tahun lalu, ketika aku menjadi siswa SMA di sebuah sekolah negeri dekat rumah. Hampir semua siswa di sana memiliki rumah dekat sekolah. SMA termasuk sekolah dimana banyak sekali siswa yang frustasi saat mereka tidak bisa masuk SMA favoritnya. Ketika kelas XI banyak siswa yang berpindah ke sekolah favoritnya, sehingga banyak mengurangi jumlah siswa di sana. Sedangkan aku memilih SMA itu karena dekat dengan rumahku.
Dalam kehidupanku aku jarang sekali membuat keputusan yang frontal bahkan belum pernah. Aku selalu mengikuti sebuah jalan yang menurutku 'aman', takkan ada bahaya yang terlalu besar juga takkan ada masalah yang terlalu sulit. Aku mungkin terlihat seseorang yang membuat segalanya simple, actually, aku selalu memikirkan segalanya dalam duniaku yang begitu rumit, dunia yang tak ingin aku bagi selama aku menyadari memilikinya. Saat dia datang dan aku mulai membuka duniaku untuk hal yang baru itu, perubahan kecil yang membuatku tertawa tanpa beban, sebuah perubahan kecil yang membuat mataku memandang dunia lebih indah.
Aku mengenalnya karena dia adalah teman dari teman dekatku. Kami dikenalkan tidak secara formal kata 'kenalkan. aku Risa'. Kami hanya kenal karena dia sering bicara dengan teman dekatku. Meski tak seindah pertemuan dalam sebuah novel yang aku sukai, tapi pertemuan itu adalah sebuah permulaan yang tak kuduga, membuat perubahan kecil yang terlihat begitu besar.
Kesepian, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan hidupku saat itu, bahkan saat ini. Kesendirian adalah kata yang seringa aku tuliskan dalam akun facebook-ku. Diam adalah emas, merupakan filosofi yang sering aku pendam hingga aku menyadari terkadang diam itu hanya akan membuatmu lebih terluka. Aku menyadarinya setelah hampir tiga tahun, aku melakukan kesalahan itu.
Aku adalah orang benci terlihat lemah dihadapan orang banyak, menahan diri dari emosi yang meluap adalah keahlihlianku. Ketika aku bersedih, aku akan pergi ke kamar mandi dan menyalakan kran, sehingga suara air dapat menutupi tangisku. Jarang meminta bantuan, jika aku bisa melakukannya sendiri akan aku lakukan, berlagak tidak membutuhkan orang lain.
Hujan tak pernah sendiri dalam setiap apapun. Akan begitu banyak tetesan air yang turun, hingga akan membuat hujan itu disebut hujan. Saat tak jarang hujan mendapatkan lebih banyak teman, seperti petir, awan yang kelam, dan angin. Hujan yang begitu terlihat menangis, menangis karena bahagia.
Comments
Post a Comment