Waktu memandangmu aku hanya terdiam. Entah apa yang membuat dirimu berbeda. Ataukah karena tembok besar yang kau bangun itu, menghalangi segala hal baik yang akan engkau terima. Kau hanya punya satu pintu di ujung bentengmu, hanya bisa dilewati oleh orang yang kau pilih. Tak menghiraukan orang lain, yang sudah rela berbaris untuk masuk, tapi engkau menolaknya dengan sikap tak peduli.
Dia tak sekali mencoba untuk berbaris di sana, meski dengan cara lain kau tetap mengusirnya secara dingin.
Entah apa yang kau pikirkan, tapi kami masuk bukan untuk meruntuhkan bentengmu, kami hanya ingin bersamamu.
Demi sebuah ideologi yang kau pertahankan. Tentang kriteria orang yang mampu masuk.
Demi sebuah keegoisanmu tentang kehidupan. Segala apa yang kau inginkan haruslah nampak di depanmu.
Kau benci dengan satu hal, sehingga kau akan membenci segalanya
Kau selalu memandang dari satu sisi, yaitu pintu kecil di sudut itu.
Kau benci dengan segala yang tidak cocok denganmu
dan kau akan membenci segalanya.
Kau pertahankan ketidakadilan itu pada dirimu demi prinsip yang ingin kau pertahankan.
Hanya diam yang bisa kami lakukan, hanya sakit yang kami rasakan saat kau mengacuhkan kami.
Itu cukup untuk membuatku berpikir, aku akan berada di zona aman yang kau tentukan, dalam sebuah keterpaksaan.
Dia tak sekali mencoba untuk berbaris di sana, meski dengan cara lain kau tetap mengusirnya secara dingin.
Entah apa yang kau pikirkan, tapi kami masuk bukan untuk meruntuhkan bentengmu, kami hanya ingin bersamamu.
Demi sebuah ideologi yang kau pertahankan. Tentang kriteria orang yang mampu masuk.
Demi sebuah keegoisanmu tentang kehidupan. Segala apa yang kau inginkan haruslah nampak di depanmu.
Kau benci dengan satu hal, sehingga kau akan membenci segalanya
Kau selalu memandang dari satu sisi, yaitu pintu kecil di sudut itu.
Kau benci dengan segala yang tidak cocok denganmu
dan kau akan membenci segalanya.
Kau pertahankan ketidakadilan itu pada dirimu demi prinsip yang ingin kau pertahankan.
Hanya diam yang bisa kami lakukan, hanya sakit yang kami rasakan saat kau mengacuhkan kami.
Itu cukup untuk membuatku berpikir, aku akan berada di zona aman yang kau tentukan, dalam sebuah keterpaksaan.
Comments
Post a Comment