Skip to main content

Estuary The Star Lily Lake // BAB IV Star Lily Lake

Aku mengikuti ayahku pergi ke danau meski aku sudah tahu apa yang akan aku lihat, tetapi aku masih merasa sangat tertarik dengan pemandangan yang akan kulihat. Kami -aku, ayah, Emily, dan Smith bersaudara- berangkat dari rumah jam tujuh malam setelah makan malam dan berkumpul di rumah Emily. Kami melewati jalan yang berbeda dengan jalan yang ditunjukkan Emily. Jalan rahasia yang biasa dilalui oleh si kembar merupakan jalan setapak dengan dikelilinhi banyak pohon yang tumbuh dengan hijaunya. Jalan itu sangat membingungkan dengan banyaknya pohon yang memiliki bentuk serupa dan jelas sekali akan sangat menakutkan jika kau tersesat disana.
Melewati tikungan dan belokan yang tidak bisa kuingat lagi, karena lebih baik aku berfokus pada si kembar, jika aku kehilangan mereka, aku tidak yakin akan bisa kembali ke rumah lagi. Saat aku mulai melihat sekitar aku melihat sebuah gubuk di pinggir danau yang sangat tua. Gubuk itu terlihat seperti (memang) gubuk yang sudah tidak terawat, dari atap rumah yang seperti gigi nenek yang sudah tidak genap lagi, pintu yang bergantung pada satu engsel yang sepertinya tidak akan bertahan lama lagi, dan jendela yang tak pernah terbuka.
Hal yang sangat aneh dari rumah itu, halamannya tidak seperti halaman belakang rumah Emily yang penuh ilalang tinggi, tapi hanya bunga-bunga kecil liar yang mirip dengan teratai di danau. Daun-daun yang berserakan dari pohon-pohon pinggir hutan yang tertiup angin hanya menambah kemistisan rumah itu. "Rumah siapa itu?" membuang pertanyaan pada siapa pun yang mau menjawabnya.
"Menurut mitos, itu adalah rumah keramat tempat makam kekasih si penyihir baik. Mmmm, nama penyihir itu, Tara, mmm su...," sahut Danielle sambil memikirkan nama yang dia lupakan.
"Suarez. Tara Suarez." sahut Adrian.
"Rapal Ortiz adalah nama kekasihnya, dan nama penyihir jahat itu adalah Janet Sachs," lanjut ayahku.
"Bagaimana Anda bisa tahu, Mr. McHale?" tanya Adrian.
"Itu tugasku." jawab ayahku singkat dengan senyum puas seakahn tidak mau kalah dengan anak-anak. Ayahku benar-benar kekanank-kanakan. Aku hanya menghela nafas melihat sikap ayahku.
"Jadi Anda tahu mengapa Tara Suarez membangun rumah ini?" tanya Adrian.
"Aku sedang menelitinya." jawab ayahku singkat. "Apa cerita versi kalian?"
"Katanya, rumah itu dibangun sebagai makam Suarez yang dibunuh oleh Janet. Tapi legenda mengatakan bahwa Suarez belum mati dan masih melindungi Ortiz. Janet yang mendengarnya mencoba mencari Penyihir Tara di dalam gubuk tetapi terjebak di dalam labirin yang membuatnya tidak bisa keluar." jelas Danielle puas karena mampu mengingat nama yang diceritakannya.
Show off. gumamku.
"Kau cukup banyak tahu ya?" sahut ayahku membuat Dani semakin besar kepala.
"Ah, itu hanyalah mitos, Mr. McHale. Sesuatu yang tidak bisa dipercaya."
"Ini bukan mitos, tapi sejarah..." Danielle mulai menjelaskan, tapi sempat dipotong oleh Adrian. "Ah, kita sudah sampai."
Saat kami sampai di danau, danau masih terlihat gelap karena hanya ada penerangan dari lampu senter yang kami bawa dan bulan. Dari tempat kami berdiri, aku bisa melihat tempat pertama kali aku melihat danau ini yang ditunjukkan oleh Emily. Mungkin kemarin Danielle dan Adrian melihat kami dari sini dan langsung menghampiri kami.
Saat aku melihat sekitar dan tidak melihat apapu, aku memfokuskan pandangan ke danau yang masih gelap. Aku mencoba melihat tepian danau yang sulit sekali terlihat, kemudian pandanganku tertarik oleh sebuah cahaya kecil yang berasal dari dalam hutan di tepian seberang kami berdiri. Cahaya kecil itu menuju ke tengah danau, kemudian berhenti. Setelah itu, diikuti banyak sekali cahaya yang menyusul bersumber dari tempat yang sama.
Aku menikmati pemandangan itu tanpa menoleh beberapa saat, lalu aku melihat ayahku yang tak bergeming dari pandangannnya, seakan tak berkedip. Adrian dan Danielle menampakkan mimik puas yang aneh dengan melihat ayahku, aku merasa malu melihat tingkah laku ayahku sendiri.  dan memalingkan pandanganku kepada Emily. Aku cukup kaget dengan ekspresi Emily yang datar yang sedikit tampak bosan.
Tiba-tiba ayahku memecahkan keheningan di tepi danau itu sehingga memusatkan perhatian kami padanya, "Wow! Ini hebat sekali, aku belum pernah melihat pemandangan sehebat ini. Mengapa....," ayahku menghentikan kalimatnya dengan wajah yang pucat dan kager. Dan kamu pun memandang ke arah pandangan ayahku. Kami juga tersedak, melihat Emily berjalan ke arah danau dengan pandangan gelap.
Kami sempat terpaku, lalu lari ke arah Emily yang sempat ditarik oleh Danielle yang sudah sadar lebih awal, tapi Emily memberontak sehingga mereka terjebur ke danau. Aku, ayah, dan Adrian kemudian menarik Emily yang menjauh dari danau. Danielle mendekap Emily sehingga dia tidak bisa memberontak, Adrian memegang kaki Emily, ayah menahan bagian pundak, dan aku menahan pada bagian pinggang. Untuk kekuatan seorang gadis kecil, Emily memiliki tenaga yang sangat kuat sehingga kami hampir terengah-engah menahannya, namun Emily kehabisan tenaga terlebih dahulu dan pingsan di pelukan Danielle. Kemudian semua melepaskan jaket untuk menghangatkan Emily yang basah kuyup karena tercebur ke danau.
Danielle terlihat sangat khawatir, tanpa mengkhawatirkan dirinya sendir yang menggigil. Ayahku pun menenangkan kami dan memutuskan untuk pulang ke rumah. Ayahku menawarkan untuk menggendong Emily, tapi Danielle memaksa agar dia saja yang menggendong meski pun dengan susah payah. Adrian memandu kami melalui jalan tercepat mencapai rumah.
Sesampainya di depan rumah, Mrs. Lauer sudah menunggu di depan pintu dengan senyuman, kemudian senyuman itu menghilang saat melihat Emily digendongan Danielle. Dia berlari menghampiri Danielle dan mulai mengusap wajah Emily yang cukup dingin.
"Apa yang terjadi pada Emily?" tanyanya dengan suara bergetar.
Ayahku mencoba menjelaskan secara singkat tentang kejadian di tepi danau tadi sembari berjalan menuju ke kamar Emily. Kami diminta keluar dari kamar karena Mrs. Lauer mengganti pakain Emily yang basah. Kami pun menunggu di depan perapian dengan menghangatkan badan kami. Aku meminjamkan pakaianku pada Danielle meski dia menolak, tapi aku meamksanya, daripada dia terkena demam nanti.
Saat Mrs. Lauer keluar dari kamar Emily, Danielle menyerbu masuk ke dalam disusul Adrian, aku dan ayah. Kami melihat keadaan Emily yang tidur dengan tenang dengan pakaian kering dan selimut yang hangat, merasa tenang dan kembali ke ruang keluarga supaya tidak mengganggu tidur Emily.
Mrs. Lauer menyuguhkan kami coklat panas untuk menghangatkan diri. "Ayah, bolehkah aku menemani Emily malam ini?" tanyaku padaku pada ayah. Tapi sebelumnya aku memandang Mrs. Lauer, kemudian Mrs. Lauer mengangguk, mengerti apa yang aku maksud.
"Apa kau tidak lelah?" tanya ayahku mencemaskanku. Aku menjawab dengan anggukan, dan ayahku menyetujui keinginanku. "Baiklah."
Kemudian ayahku menoleh ke arah si kembar, "Apakah kalian sebaiknya tidak pulang juga? Hari sudah cukup malam, aku takut orang tua kalian mencemaskan kalian."
Adrian tidak langsung menjawab, tapi melihat Danielle yang ragu untuk mengatakan. Kemudian aku mendengar Danielle menghembuskan nafas yang cukup keras, Baiklah".
"Baiklah, aku akan mengantar kalian setelah kalian menghabiskan coklat panas kalian." tawar ayahku.
"Tidak perlu Mr. McHale. Kami bukan anak kecil, kami sudah berumur 16 tahun," jawab Adrian dengan sedikit candaan di kalimatnya untuk mencairkan suasana yang kaku tapi tetap saja hening, kami semua memandang cangkir kami masing-masing.
Keheningan itu berlanjut hingga kami mengantar si kembar sampai di pintu depan san menyampaikan salam jumpa kami.

Comments

Popular posts from this blog

Hal yang kusukai

Aku sangat menyukai langit cerah di malam hari Setelah hujan seharian. Hal itu mengingatku pada diriku saat kecil Yang masih sangat polos. Sekalipun hanya kata sederhana yang bisa kulontarkan "Indah" Tanpa perlu memikirkan masa depan Apa yang akan terjadi esok Apa kata orang Apa aku berhak hidup Hari ketika aku menangis seharian Dan langit malam itu sanggup membuatku tersenyum Namun itu juga mengingatkanku pada malam Saat aku bertanya pada diriku "Apakah ada dunia tanpa diriku?" "Akankah itu lebuh baik?" Aku merindukanmu bukan karena aku mencintaimu Aku merindukanmu karena kau mengingatkan diriku Yang dengan sederhananya melambaikan tangan padamu Untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa terbaikku Ditulis tanggal 05 April 2019

New Cover | Estuary (The Star Lily Lake)

↑ Full Version ↑ ↑ Front Cover Only ↑ More info: © photo to the artist Edited by M.P Use PhotoScape
Aku menari di lautan hijau yang luas, Aku berjalan di hamparan biru laut yang lapang, Akankah aku bisa berhenti di tanah yang gersang Tanpa mendamba lagi mereka.