Skip to main content

Rasi Mimpi

Hmm, ya disinilah aku sekarang, Terkulai lemas di atas kasurku. Warna biru selimutku memenuhi kasur itu. Aku baru saja bergadang untuk menyelesaikan tugas. Hampir semalaman aku tidak tidur, dan paginya aku harus mengkonsultasikan tugasku. Yah, beginilah aku , mahasiswi semseter akhir yang sedang skripsi.

Dulu, senior pernah mengatakan padaku untuk bersiaplah dalam menghadapi skripsi. Apa semenakutkan itu? Benar saja, aku mendapati diriku sangat ingin menghindari skripsi. Melihat temanku yang sudang seminar proposal sedangkan aku masih awal berkonsultasi proposol, itu untuk pertama kalinya.



Ini seperti rantai yang mengikatku dengan sangat kuat. Aku tak tahu apa aku bisa bebas dari cengkraman yang tak bisa kuhindari ini. Aku masih terdiam tanpa bisa melakukakan apa pun. Tak ingin menyadari apa pun, tapi aku tahu jalan itu harus kutempuh.

Saat cita-cita ini sudah dihadapanku, hatiku mulai goyah. Apakah benar ini keinginanku? Tapi mengapa begitu sulit untuk menggapai rasi kesuksesan. Aku hanya bisa menghindar selama mungkin hingga aku menyadari, menghindar hanya akan membawa tangisan yang lebih.

Aku masih terkulai lemas di atas kasurku, masih tidak ingin mengangkat tubuhku dari sana. Sakit kepala yang menyerangku cukup membuatku memejamkan mataku lagi, hingga tertidur. Aku menyadari, jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, dan aku harus melakukan apa yang harus aku lakukan. Tapi aku masih tertidur di sana, dengan mata terbuka, aku menatap langit-langit kamar itu.

Tiba-tiba air mata mengalir begitu saja, tetesan pertama membuatku bertanya, "Mengapa aku menangis?" selanjutnya air mata itu masih mengalir, "Untuk apa aku menangis?" masih dalam diam aku tetap menangis. Hanya air mata yang keluar tanpa aku mengerti.

Sekian menit aku menikmati tangisan itu, lalu rasa sakit di dada kananku melanda, debar jantungku semakin kuat dan sakit, aku menanyakan hal baru, "Apa benar yang aku lakukan ini?" semakin sakit, otakku masih terus berpikir, "benarkah ini mimpi yang ingin kujalani?" Jika itu benar adanya,"Mengapa begitu berat? Apa aku salah memilih dulu?" Aku menggelengkan kepalaku dengan pelan karena masih sakit, "Tidak, aku tidak mau menyesali apa pun."

Nafasku mulai tersengal-sengal, tangisku semakin parah. Aku mulai terisak, suara isakan itu membuyarkan keheningan di kamarku. "Aku tidak pernah bekerja segiat ini, aku selalu membuat segala begitu santai, apa aku salah?" pikirku, "Bagaimana aku bisa menjalani ini semua? Aku tak sanggup."

Isakanku semakin keras, aku menutupinya dengan sekali tarikan selimut. Aku menyadari, duniaku ternyata bigitu rumit. Sebagaimana pun aku mencoba menyederhanakannya selama ini, hidup itu takkan mudah, ya?

Dulu aku selalu membanggakan mimpiku ini, cita-cita yang aku impikan sejak SD. Aku bangga ketika mengatakannya. Serasa hidup juga menuntunku ke arah cita-cita-ku itu. Tapi tak kusangka itu adalah rantai yang mengekangku.

Suatu saat, aku berumur enam belas tahun, aku menemukan mimpi baru. Sebuah mimpi yang mungkin lebih mudah dari cita-citaku. Mimpi itu memang sekedar mimpi di usia muda. Tapi mimpi kecil itu menjadi hasrat yang ingin kugapai. Meski itu mimpi yang tidak menjanjikan hidup, maksudku bukan pekerjaan yang banyak menghasilkan uang. Tapi mimpi itulah yang terlihat indah di mataku.

Tangisanku semakin menjadi saat mengingat mimpiku itu. Terkadang aku ingin menikung tajam di jalanku, tapi aku takut apa pilihanku akan mudah. Selama ini, dalam jalan cita-citaku cukup mudah untuk kulalui, aliran keberuntunganku menyertai, aku bersyukur dengan itu. Mungkin hanya kemalasan yang membuatku tak berdaya.

"Tapi mimpi itu, tak bisa kuabaikan begitu saja, bukan?" jantungku sedikit sakit lagi. Tangisan semakin menjadi. Aku menangis sebisa mungkin, berharap ini bisa meringankan apa yang aku rasakan. "Hidup tak pernah mudah. Hanya dirimu yang bisa memudahkannya."

Tangisan yang menyampai klimaksnya itu, "Aku tidak boleh menyesal, ini pilihanku. Dan aku harus bertanggung jawab olehnya." Ya, dulu aku mendapatkan pilihan untuk menjadi orang yang diinginkan orang tuaku, atau menjadi diriku sendiri. Aku memilih untuk menjadi diriku sendiri. Dan aku takkan menyesali apa pun pilihanku itu. Aku meyakinkan itu pada diriku sendiri.

Tangisanku mulai mereda, dan tinggal isakan. Aku mengambil tissue dan mengusap mataku yang basah. Mungkin aku takkan bebas dari rantai pengikat itu. Karena itulah rantai yang kubuat sendiri, yaitu cita-citaku. Dan akan kubuka rantai itu dengan kunci suksesku. Mungkin butuh waktu yang lama, tapi aku akan lakukan apa yang kubisa. Bagaimana dengan mimpiku?

Aku juga akan lakukan itu, meski tidak jadi yang terutama. Aku senang saat menjalani mimpi ini. Mungkin, suatu saat nanti mimpi ini bisa kubanggakan, Hanya berharap yang bisa kuharapkan.

Menangis mungkin tidak akan menyelesaikan masalah, tapi dengan menangis aku bisa memerikan sedikit kebebasan pada pikiranku. Menangis bukan untuk terlihat lemah, tapi saat itu aku sudah tidak sanggup untuk berjalan sendiri. Dan selama ini aku selalu sendiri.

Kesendirian yang aku buat ini, membuatku sedikit terluka. Aku sudah membangun dinding yang tak bisa dimasuki siapa pun. Setiap ada yang mendekat, aku akan melemparinya dengan batu, hingga ia menjauh. Dan aku akan tertegun, menyesal. Tapi tetap, untuk kesekian kalinya, aku akan lakukan itu.

Rantai yang mengikatku tak mengizinkanku untuk keluar dari benteng ini. Dan aku hanya akan menunggu orang membukanya. Dari sini, aku hanya bisa melihat keluar, senyum orang-orang yang bersama, dan aku hanya bisa mencuri sedikit senyum itu. Tangisanku yang berhenti itu membuatku menyadari, aku harus melakukan apa yang harus aku lakukan.

Aku terbangun dari tidurku, menyiapkan diri untuk bertarung dengan hidupku. Aku memang belum bisa menikung tajam di belokan itu, tapi aku hanya tahu jalanku memang tidak aman, tapi aku masih bisa melaluinya, setidaknya itulah yang bisa kulakukan.




Author : Ludia MP
Theme Song : My Generation
Keywords : Rantai, tarik, nafas, bebas, rasi
Project : #MelodiHijauOranya @YUI17Melodiess

Comments

Popular posts from this blog

New Cover | Estuary (The Star Lily Lake)

↑ Full Version ↑ ↑ Front Cover Only ↑ More info: © photo to the artist Edited by M.P Use PhotoScape

Hal yang kusukai

Aku sangat menyukai langit cerah di malam hari Setelah hujan seharian. Hal itu mengingatku pada diriku saat kecil Yang masih sangat polos. Sekalipun hanya kata sederhana yang bisa kulontarkan "Indah" Tanpa perlu memikirkan masa depan Apa yang akan terjadi esok Apa kata orang Apa aku berhak hidup Hari ketika aku menangis seharian Dan langit malam itu sanggup membuatku tersenyum Namun itu juga mengingatkanku pada malam Saat aku bertanya pada diriku "Apakah ada dunia tanpa diriku?" "Akankah itu lebuh baik?" Aku merindukanmu bukan karena aku mencintaimu Aku merindukanmu karena kau mengingatkan diriku Yang dengan sederhananya melambaikan tangan padamu Untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa terbaikku Ditulis tanggal 05 April 2019
Aku menari di lautan hijau yang luas, Aku berjalan di hamparan biru laut yang lapang, Akankah aku bisa berhenti di tanah yang gersang Tanpa mendamba lagi mereka.