Kau berjalan pincang sendirian di jalan itu. Jalan yang kau sebut mimpi. Berliku dan penuh dengan belokan tajam. Tak jarang kabut menutupi jalanmu, membuat langkahmu semakin pincang. Satu kaki tambahanmu tak membantu sedikit pun.
Kau terus berjalan, lalu kau lihat jalan berbatu di depanmu. Pijakanmu tak berhenti sedikit pun. Berjalan seakan bebatuan tajam tak terasa sakit di telapak kakimu. Berani bertaruh, beberapa batu menggores kapalan-kapalan di kakimu yang sudah mati rasa.
Sesekali kau harus meripit ke pinggir jalan karen ada yang ingin mendahului. Semak belukar yang tajam dan tertimpa dinginnya embun pagi adalah alarm untuk terus melaju. Jaket tebal yang terpasang rapi seperti tak ada gunanya. Ah, tapi ini adalah pemberian orang yang tercinta, setidaknya jaket itu menghangatkan pikiran.
Berjalan lagi menyusuri jalan setapak yang semakin kecil. "Sudah sampai," katamu dalam hati. Jalan setapak selebar satu meter dan bersanding dengan jurang lebih dari 100meter hanya menghentikanmu beberapa detik, hanya untuk bersiap, bersedia, dan mulai. Kaki tambahanmu kau letakkan di depanmu untuk mengukur kekuatan tanah. Biasa bagimu terpeeset kecil karena embun yang diserap tanah, hingga mereka menjadi becek.
Tidak apa, bagimu itu semua jalan. Katamu itu adalah jalan menuju mimpimu. Mimpi yang tak pernah mengecewakan, banggamu. Perjalanan sepanjang apa pun bukanlah pengorbanan tapi perjuangan yang patut untuk menghargai mimpi ini. Mimpi dimana sebuah rumah yang beserta isinya menantimu. Mimpi di masa sewaktu sendiri pun, kenangan juga sebuah mimpi, ya?
Kau terus berjalan, lalu kau lihat jalan berbatu di depanmu. Pijakanmu tak berhenti sedikit pun. Berjalan seakan bebatuan tajam tak terasa sakit di telapak kakimu. Berani bertaruh, beberapa batu menggores kapalan-kapalan di kakimu yang sudah mati rasa.
Sesekali kau harus meripit ke pinggir jalan karen ada yang ingin mendahului. Semak belukar yang tajam dan tertimpa dinginnya embun pagi adalah alarm untuk terus melaju. Jaket tebal yang terpasang rapi seperti tak ada gunanya. Ah, tapi ini adalah pemberian orang yang tercinta, setidaknya jaket itu menghangatkan pikiran.
Berjalan lagi menyusuri jalan setapak yang semakin kecil. "Sudah sampai," katamu dalam hati. Jalan setapak selebar satu meter dan bersanding dengan jurang lebih dari 100meter hanya menghentikanmu beberapa detik, hanya untuk bersiap, bersedia, dan mulai. Kaki tambahanmu kau letakkan di depanmu untuk mengukur kekuatan tanah. Biasa bagimu terpeeset kecil karena embun yang diserap tanah, hingga mereka menjadi becek.
Tidak apa, bagimu itu semua jalan. Katamu itu adalah jalan menuju mimpimu. Mimpi yang tak pernah mengecewakan, banggamu. Perjalanan sepanjang apa pun bukanlah pengorbanan tapi perjuangan yang patut untuk menghargai mimpi ini. Mimpi dimana sebuah rumah yang beserta isinya menantimu. Mimpi di masa sewaktu sendiri pun, kenangan juga sebuah mimpi, ya?
Source Image :luvutoo.blogspot.com
Ayo menulis~~
Comments
Post a Comment